Pages

Senin, 20 Maret 2017

Seri Bimbingan Akreditasi PKBM Program Pendidikan Kesetaraan


Balangan (20/03/2017) PKBM diwajibkan memiliki struktur kurikulum untuk setiap jenis program utama yang diajukan akreditasi. Butir 2.2.1 ini termasuk berstatus major, artinya adalah kriteria yang harus dipenuhi karena sangat signifikan mempengaruhi pencapaian 8 (delapan) standar nasional pendidikan. Bagaimana cara memenuhi ketentuan butir ini? Berikut penjelasannya.
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam konteks kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) struktur kurikulum dicantumkan dalam naskah KTSP. Dokumen KTSP terdiri dari dokumen 1 dan dokumen 2. Dokumen 1 KTSP pendidikan kesetaraan berisi tentang acuan pengembangan KTSP yang memuat latar belakang, tujuan dan prinsip pengembangan, tujuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan. Dokumen 2 KTSP pendidikan kesetaraan terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas struktur kurikulum termasuk dalam dokumen 1 KTSP.
Sebelumnya perlu dipahami bahwa Paket A, Paket B dan Paket C masih menggunakan kurikulum berdasarkan standar isi sebagaimana diatur dalam Permendiknas Nomor 14 Tahun 2007. Atau dalam bahasa awamnya masih menggunakan kurikulum KTSP 2006. Pendidikan kesetaraan sampai tulisan ini diturunkan belum menerapkan kurikulum 2013. Mengapa pendidikan kesetaraan saat ini belum menggunakan kurikulum 2013, karena kerangka dasar dan struktur kurikulum belum ditetapkan alias masih menggunakan kurikulum lama.
Struktur kurikulum merupakan pengorganisasian kompetensi inti, mata pelajaran, beban belajar dan kompetensi dasar. Sedangkan berdasarkan instrumen akreditasi bukti fisik yang dinilai adalah (a) daftar mata pelajaran; (b) bobot/jumlah jam belajar per mata pelajaran; (c) alokasi waktu pembelajaran; (d) lama studi.
Namun demikian penyajian bukti fisik akreditasi tidak harus terpisah-pisah, karena pada hakekatnya keempat indikator di atas termuat dalam dokumen satu KTSP. Oleh karenanya asesor akan memeriksa indikator-indikator struktur kurikulum dalam dokumen satu KSTP. Sudah barang tentu setiap indikator di atas diberi tanda (post id) agar memudahkan asesor menemukan keempat indikator dimaksud.
Untuk menyajikan indikator (a) dan (b) dapat disajikan tabel pemetaan mata pelajaran berdasarkan bobot satuan kredit kompetensi yang kemudian dikonversi ke dalam jam pelajaran.
Seperti kita ketahui bahwa menu struktur kurikulum pendidikan kesetaraan sebagaimana tertuang dalam Permendiknas Nomor 14 Tahun 2007 masih berupa bobot kompetensi pada setiap tingkatan, belum didistribusikan ke dalam semester dan belum dikonversi ke dalam jam pelajaran atau beban belajar. Sehingga untuk membuktikan indikator (b) perlu dilakukan konversi bobot satuan kredit kompetensi ke dalam jam pelajaran terlebih dahulu.
Konversi bobot satuan kredit kompetensi ke dalam jam pelajaran dilakukan melalui tahapan pemetaan satuan kredit kompetensi sebagaimana dapat diperiksa pada tabel berikut ini. Contoh pada tabel berikut ini adalah pemetaan satuan kredit kompetensi Paket C IPA/IPS pada tingkatan 5 setara kelas X semester I.
No. Matapelajaran Bobot SKK Semester I
Tatap Muka Tutorial Mandiri Jumlah
SKK JPL SKK JPL SKK JPL SKK JPL
1 Pendidikan Agama 2 0 0 1 3 1 3
2 Pendidikan Kewarganegaraan 2 1 1 0 0 1 1
3 Bahasa Indonesia 4 1 1 1 2 0 2 3
4 Bahasa Inggris 4 1 1 1 2 0 2 3
5 Matematika 4 1 1 1 2 0 2 3
6 Fisika 2 0 0 1 3 1 3
7 Kimia 2 0 0 1 3 1 3
8 Biologi 2 0 0 1 3 1 3
9 Sejarah 1 0 0,5 1 0 0,5 1
10 Geografi 1 0 0,5 1 0 0,5 1
11 Ekonomi 2 0 1 2 0 1 2
12 Sosiologi 2 0 1 2 0 1 2
13 Seni Budaya 2 0 0 1 3 1 3
14 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 0 0 1 3 1 3
15 Keterampilan Fungsional*) 4 0 0 2 6 2 6
16 Muatan Lokal**) 2 0 0 1 3 1 3
17 Pengembangan Kepribadian Profesional 2 0 0 1 3 1 3
40 4 6 10 20 46
Persentase (%) 20,00 30,00 50,00
Kriteria 20%-70% 30%-80% <= 50%

Berdasarkan standar isi pendidikan kesetaraan, satu bobot satuan kredit kompetensi (1 SKK) pembelajaran tatap muka dikonversi menjadi satu jam pelajaran (1 SKK tatap muka= 1 jpl); sedangkan satu bobot satuan kredit kompetensi (1 SKK) pembelajaran tutorial dikonversi menjadi dua jam pelajaran (1 SKK tatap muka= 2 jpl); dan satu bobot satuan kredit kompetensi (1 SKK) pembelajaran mandiri dikonversi menjadi tiga jam pelajaran (1 SKK mandiri= 3 jpl).
Ketentuan pemetaan SKK adalah pembelajaran tatap muka pada rentang 20%-70%, pembelajaran tutorial antara 30%-80% dan pembelajaran mandiri maksimal 50%. Artinya jumlah bobot SKK yang dipetakan pada setiap bentuk pembelajaran memenuhi ketentuan prosentase bobot SKK pada semester tersebut. Misalnya pada semester I di atas jumlah bobot SKK adalah 20 SKK, maka prosentase pembelajaran tatap, tutorial dan mandiri adalah dari keseluruhan bobot 20 SKK tersebut. Berdasarkan perhitungan pemetaan SKK tabel di atas, pembagian ketiga pembelajaran dipandang memenuhi kriteria.
Sesuai standar proses pendidikan kesetaraan bahwa pembelajaran mandiri tidak dilakukan di kelas, dengan demikian pembelajaran yang terjadwal adalah pembelajaran tatap muka dan pembelajaran tutorial. Dengan demikian jumlah jam pelajaran yang terjadwal sebagaimana dalam tabel di atas adalah sejumlah empat jam pembelajaran tatap muka dan 12 jam pelajaran pembelajaran tutorial atau total sejumlah 16 jam pelajaran.
Dari hasil pemetaan SKK di atas barulah bisa disusun jadwal pembelajaran. Sejumlah total 16 jam pelajaran (tatap muka dan tutorial) dapat dimasukkan ke dalam roster (jadwal pembelajaran). Berdasarkan pemetaan inilah dapat dihasilkan jadwal pembelajaran yang hanya tiga kali seminggu, atau empat kali seminggu.
Inilah pembuktian bahwa pembelajaran pendidikan kesetaraan tidak harus dilakukan setiap hari. Hasil pemetaan bisa berbeda antara satu satuan pendidikan nonformal dengan satuan pendidikan nonformal lainnya, hal mana membuktikan pula wujud fleksibiltas pendidikan kesetaraan dari segi pelaksanaannya. Artinya jumlah jam pelajaran per mata pelajaran bisa berbeda sesuai hasil pemetaan SKK, dan jadwalnya pun bisa berbeda-beda.
Untuk membuktikan alokasi waktu pembelajaran (indikator ketiga), maka hasil pemetaan di atas dituangkan dalam bentuk jadwal pembelajaran mingguan. Satu jam pelajaran Paket C sama dengan 45 menit. Sedangkan untuk Paket B sama dengan 40 menit dan Paket A sama dengan 35 menit.
Pemetaan SKK dan jadwal pembelajaran disajikan untuk setiap rombongan belajar yang sedang berjalan pada tahun pelajaran ketika dilakukan visitasi akreditasi. Jangan hanya menyajikan salah satu contoh pemetaan SKK dan jadwal pembelajaran pada semester tertentu.
Selanjutnya pada indikator keempat pada butir akreditasi ini adalah dapat menjelaskan lama studi. Uraian lama studi dituangkan dalam dokumen satu KTSP. Ketentuan lama studi ini dimasukkan dalam Bab III Struktur dan Muatan Kurikulum pada huruf B.9. (lihat contoh KTSP). Adapun contoh uraian yang menunjukkan lama studi adalah sebagai berikut:
Lama studi Paket C (IPA/IPS) sesuai dengan struktur kurikulum dan standar proses adalah sebagai berikut:
  1. Paket C  (IPA/IPS)  Tingkatan  5/Mahir  1  (Setara  Kelas  X) mempunyai beban 40 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 20 SKK per Artinya tingkatan Tingkatan 5/Mahir 1  (Setara Kelas X) ditempuh dalam dua semester atau satu tahun.
  2. Paket C (IPA/IPS) Tingkatan 6/Mahir 2 (Setara Kelas XI – XII) mempunyai beban 82 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 21 SKK per Artinya tingkatan Tingkatan 6/Mahir 2 (Setara Kelas XI-XII) ditempuh dalam empat semester atau dua tahun.
  3. Keseluruhan program Paket C (IPA/IPS) ditempuh selama enam semester atau tiga tahun.
Selanjutnya untuk mengetahui contoh KSTP dapat diklik tautan ini.
Untuk mengunduh format pemetaan SKK, klik tautan ini.

http://fauziep.com/struktur-kurikulum-pendidikan-kesetaraan/

1 komentar: